Skip to main content

Hijab

Saya ingat sekali kapan pertama kali akhirnya saya memutuskan untuk menutup aurat saya tepat sehari setelah Bapak saya berulang tahun yaitu tanggal 7 Juni 2015. Saya masih ingat sekali momen tersebut. Dari malamnya saya sudah merasa gusar, kenapa? Karena seminggu dari hari itu saya diwisuda. Saya ingin sekali di saat wisuda, saya mengenakan hijab. Karena saya ingin foto saya diwisuda dipajang. Saya takut kalau saya belum berhijab saat itu, suatu saat saya tidak bisa memperlihatkan foto wisuda saya. Alasan yang cetek sekali memang. Tapi sebenernya jauh dari itu alasannya. 

Alasan yang utama memang saya ingin menjadi pribadi yang lebih baik. Saya berkewajiban untuk menutupi aurat tubuh saya sesuai dengan perintah-Nya. Bahkan saya sudah punya niatan dari awal-awal saya mulai kuliah. Tapi entah kenapa malah saya menunda sebegitu-lamanya hingga saya mengakhiri masa kuliah saya. Tapi better late than never. Alasan lainnya lagi adalah saya tidak ingin menjadi alasan bagi ayah saya untuk terhalang masuk surga karena harus menanggung dosa saya yang tidak menutupi aurat saya. Karena seorang anak perempuan adalah tanggung jawab ayah dan saudara laki-lakinya. Jadi saya tidak ingin menjerumuskan Bapak dan Kakak saya. Saya tidak mau. Jadi saya bertekad untuk segera berhijab.

Minggu (7/06) pagi saya hendak berangkat ke Solo, saya putuskan untuk mengenakan celana panjang, kaos panjang yang saya miliki dan jilbab yang saya bawa dari Solo. Saya sudah bertekad, biar orang lain mau berkata apa. Insyaallah ini jalan yang baik. Ibu saya cukup terlihat kaget, kemudian saya jelaskan kalau mulai hari itu saya ingin berjilbab. Saya berangkatlah, karena kakak saya akan berangkat kerja ke Singapura. Jadi sekalian saya ikut mengantarkan ke bandara Jogja yang kemudian saya lanjut perjalanan ke Solo naik kereta (lumayan hemat ongkos hahaha).

Saya harus kembali ke Solo, selain mempersiapkan wisuda, adik perempuan dari seseorang (you know who) itu mau menginap di kos saya karena akan mengikuti SBMPTN. Jadi tanpa rencana, kita malah dikumpulkan di stasiun Balapan. 

Setelah setahun lebih ini saya berjilbab, memang begitu banyak cobaan yang silih berganti bahkan satu cobaan belum terselesaikan sudah bertambah lagi cobaan yang lain. Apa cobaannya? Ya banyaklah, dari hati, pikiran, bahkan kesehatan. Banyak kehidupan saya yang berubah (bahkan persis setelah berhijab). Lantas saya terus berpikir apa ini cobaan saya saat berjilbab. Karena saya pernah membaca, dia juga mendapatkan cobaan setelah memutuskan berhijab. Tapi saya bersyukur, saya nggak pernah berpikiran untuk melepaskan jilbab yang say pakai walaupun banyak cobaan yang harus saya hadapi. Alhamdulillah

Banyak orang yang takut kalau kepanasan atau gerah saat berjilbab. Alhamdulillah saya nggak merasakan itu. Saya nggak merasakan panas, mungkin karena saya telah benar-benar ikhlas untuk menutupi aurat saya. Kalau merasa gerah, saat saya memakai baju berlengan pendek pun saya tetap merasa gerah, wajar aja karena udar di bumi semakin memanas. Di Temanggung (kota berhawa dingin), kalau muaim panas di siang hari pun panas kok. Jadi buang jauh-jauh pemikiran itu yaaa.

Saya tahu kok rasanya bagaimana kegalauan yang dirasakan untuk berhijab. Saya pernah merasakan itu. Atau bahkan merasa terintimidasi karena tidak berhijab oleh lingkungan sekitar. Saya persis pernah merasakan itu. Saat SMA kelas XI, guru agama Islam saya sangat keras. Wataknya keras, cara bicaranya keras dan kasar. Beliau sering mengintimidasi kami (para perempuan) yang belum berjilbab. Saya merasa gerah memdengarkan beliau. Bahkan saking malesnya dengan guru saya itu, saya pernah mengajak teman-teman cewek saya untuk membolos pelajaran agama hahaha. Astaghfirullah. Saya tahu persis perasaan kalian para perempuan yang belum berjilbab. Kalian pasti gerah mendengar desakan-desakan atau bahkan ancaman-ancaman orang lain yang menyuruh kalian berjilbab. Sakit? Iya. Males dengerin? Iya.

Tapi jauh di lubuk hati kalian, saya tahu kalian pasti sangat mendambakan untuk berhijab. Saya cuma bisa berpesan kalahkan ego kalian, lebih cepat berubah ke arah yang lebih baik itu mejadi lebih bagus. Bahkan saya sempat menyesal mengapa saya menunda-nundanya sejak lama. Jangan takut untuk menyegerakan. Karena semu berawal dari langkah-langkah kecil. Di dalam hidup ini bukannya kita akan selalu belajar? Apakah kita akan berhenti belajar dalam menjalani hidup selepas sekolah? Tidak. Karena belajar bukan hanya tentang pelajaran akademis. Saya juga masih terus belajar memperbaiki diri walaupun terlihat seperti melangkah kecil-kecil. Saya juga masih sering lupa dan lalai kalau telapak kaki juga aurat yang harus ditutupi. Saya masih sering lupa untuk mengenakan kaos kaki apalagi kalau mau keluar untuk sekedar beli makan. Tapi saya akan mencoba untuk terus memperbaiki diri. Jadi kalian jangan takut. Karena sejatinya manusia di dunia ini adalah untuk terus belajar.

Bagi kalian di luar sana yang sngat menginginkan orang yang kalian sayang untuk segera berhijab, please jangan membut orang yang kalian sayang itu merasa terintimidasi. Merek pasti merasa sakit hatinya. Pakailah cara yang lebih baik dan anggun. Mengingatkan memang perlu tapi pakailah kata-kata yang menyenangkan dan meneduhkan. Jikalau belum mempan, lebih baik bertindak lebih anggun lagi. Kalian bisa mendukung mereka dengan memberikan pakaian-pakaian panjang dan jilbab yang bisa digunakan untuk menutup aurat. Karenan sesungguhnya kami para kaum baru ini juga membutuhkan itu. Itu akan lebih mengena di hati. Jikalau semu sudah kalian coba tapi belum berhasil juga. Doakanlah mereka. Mohonkan hidayah kepada Allah. Karena sesungguhnya hanya Allah yang mampu memberikan hidayah kepada kaum-Nya. Jadi sekeras apapun usaha kalian akan sia-sia jikalau Allah belum memberikan hidayah. Kalian hanya perantara, sedangkan hidayah itu asalnya dari Allah.

Dan satu lagi pesan, jangan jauhi mereka yang belum sesuai dengan harapan kalian. Sesungguhnya itu menyakitkan :)

Comments

Popular posts from this blog

Menuju Operasi Amandel (Tonsilitis)

Ada orang yang bilang kalau mau sakit yang enak yaudah sakit amandel aja, abis operasi bisa enak makan es krim yang banyak. Nah awalnya jauh sebelum detik-detik operasi amandel juga kepikiran begitu. Wah asyik dong bisa makan es krim yang banyak. Saya senang banget makan es krim karena saya tau saya saat itu nggak bisa bebas makan es krim. Kalau kebanyakan makan minum yang dingin begitu biasanya langsung demam. Tapi setelah saya menjalani operasi tonsilitis alias amandel, wah buang-buang jauh deh pemikiran abis operasi enak bisa makan es krim. Karena apa? Boro-boro makan es krim yang lembut itu enak, mau nelan air liur aja sakit coooy. Jadi sekarang kalau ada yang bilang sakit amandel itu enak, saya bakalan nyinyir. Iya dia belum ngerasain, lah saya yang ngerasain, yang tahu sakitnya kayak apa hahaha. Oke kali ini mau bagi-bagi cerita tentang pengalaman operasi amandel yang lalu. Tapi kayaknya udah basi banget ya? Secara operasinya udah bulan Agustus lalu, tapi karena udah janji ya

Ber-DIALOOG bersama Teman Hidup Traveloka!

    Covid-19 mengubah banyak hal dalam kehidupan, tanpa disangka-sangka terjadi saat di masa lampau. Masih terekam jelas kondisi awal Covid-19 menyerbu dunia, membuat kehidupan seolah-olah lumpuh. Kondisi yang membuat orang-orang untuk mau - nggak mau lebih banyak bertahan dan tinggal di rumah atau di suatu tempat saja dengan membatasi mobilitas.      Kondisi tersebut tanpa disadari membuat tren staycation semakin meningkat di masa seperti ini. Staycation berasal dari penggabungan dua kata, stay (tinggal) dan vacation (liburan). Menurut Cambridge Dictionary , staycation adalah liburan yang dilakukan di rumah atau di dekat rumah tanpa pergi atau melakukan perjalanan ke tempat lain.      Staycation biasanya dilakukan dengan menikmati waktu liburan dengan menginap di hotel berbintang yang kondisinya dianggap lebih nyaman daripada di rumah, biasanya di hotel dengan minimal bintang empat atau lima. Cara ini dianggap ampuh untuk menghilangkan stress atau penat dari rutinitas setiap hari deng

Mitos Dibalik Halaman Persembahan Skripsi

Dulu teman saya pernah bilang hati-hati kalau menuliskan nama pacar di halaman persembahan skripsi. Konon katanya, biasanya yang menuliskan nama kekasih di halaman tersebut kebanyakan hubungannya tidak bertahan lama alias rentan berakhir. Karena sudah banyak contoh yang kejadian. Bahkan teman saya menyebutkan beberapa nama kakak tingkat yang di halaman skripsinya menyebutkan nama kekasihnya dan berakhir putus. Karena omongam teman saya itu, saya sempat maju mundur untuk menyebutkan nama dia di halaman persembahan skripsi saya. Awalnya saya hanya menyebutkan ucapan terimakasih untuk Bapak Ibu dan kedua kakak saya. Karena memang masih terpengaruh oleh perkataan teman saya. Tapi setelah terus berpikir, saya kok tega-teganya nggak menuliskan nama dia ya. Sedangkan peran dia dalam kehidupan saya saat itu memang cukup besar. Hari-hari saya diwarnai oleh dia, bahkan dia juga banyak membantu saya dalam urusan skripsi dari hal terkecil hingga hal yang menyulitkan. Jadi yaudah aku menambahk