Pertautan Dua Insan

Dear Sunshine

Tanpa terasa ternyata sudah tahun 2022, waktu bergulir dengan begitu cepat. Banyak hal yang terjadi di kehidupan ini, berkah yang luar biasa, banyak hal yang datang dan pergi. Kali ini mau cerita tentang berkah yang luar biasa yang terjadi di tahun lalu, tahun 2021. Hal yang bener-bener nggak terpikirkan tiba-tiba ada orang yang datang di kehidupan aku dan mengajak untuk menikah. Aku juga mau cerita ini karena sebenernya hampir banyak orang yang nggak tau sama sekali tentang cerita yang lalu, karena aku hampir nggak cerita sama sekali sama orang-orang dekat kecuali teman serumah dan keluarga (dengan versi cerita yang terbatas). Semoga tulisan ini juga bisa memberikan pencerahan yang sebenar-benarnya dan semisal kalau ada yang salah sangka jadi urung untuk berprasangka yang buruk.


Semenjak hubungan asmara yang berakhir, banyak yang silih datang berganti, tetapi beneran memang aku yang belum yakin untuk bisa berhubungan kembali karena belum siap untuk merasa sakit hati kembalin jika kandas. Bahkan rasanya nggak enak sama seorang cowok yang berhubungan dengan intens tetapi akhir-akhir aku menjauh dengan jarang membalas chat/DM, dan lain sebagainya. Tetapi tiba-tiba tahun 2020, sosok lama hadir menyapa kembali. Gimana respon aku? Buyaaaaaar, pertahananku hancur, hahaha.


Jujur, aku sudah di tahap yang mengikhlaskan dia (mantan yang saat ini jadi suami). Sejak kehilangan Bapak di tahun 2019, saat itu aku sadar kalau nggak ada yang abadi di dunia ini. Ada variabel-variabel kehidupan yang nggak bisa kita kendalikan, termasuk tentang kehilangan. Momen itu aku bener-bener pasrah, bahkan aku sudah nggak kepikiran untuk menikah hahaha. Walaupun usia mau menuju kepala 3, tapi ngerasa bahwa belum menemukan orang yang tepat dan males juga untuk beradaptasi kembali toh juga aku bisa mencukupi kebutuhan finansial aku dan orang tuaku. Kalau mau dibilang untuk hidup foya-foya tiap bulan pun alhamdulillah bisa tercukupi, mau makan holycow tiap hari bisa, mau treatment di klinik kecantikan tiap bulan juga mampu hahaha tapi kan aku juga harus memikirkan masa depan.


Balik ke cerita tentang dia yang kembali, hal pertama yang aku konfirmasikan adalah hubungannya dengan seseorang yang pernah dia akui ke aku. Pendek cerita, dia meminta izin untuk mengakhiri hubungan dengan alasan kebaikan, tetapi beberapa tahun kemudian dia mengingkari apa yang dia katakan. Marah? Sungguh marah sekali, merasa terkhianati. Apapun alasannya itu tidak bisa dibenarkan. Bahkan setelah dia meminta izin untuk berpisah, terjadi kesepakatan jika hubungan kami kembali dirajut tapi dia minta untuk tidak berhubungan secara intens. Kemudian aku menghubungi dia tapi dia sangat-sangat slow respon sampai aku lelah untuk berjuang sendiri. Aku berhenti untuk menghubungi dia, sehingga lost contact. Mungkin kalau aku masih berjuang, mungkin masih ada kesempatan tapi aku ingat dengan kata-kata dia waktu kami diskusi semasa pacaran, dia bilang "Kalau memang di antara kita ada yang ingin bersama orang lain, silakan aja karena perasaan nggak bisa dipaksakan". Kata-kata itu terus terngiang, sehingga aku sama sekali nggak berusaha bahkan nggak menghubungi dia sama sekali. Sempat beberapa kali malah dia yang menghubungi aku, jujur setiap dia menghubungi aku, aku masih sering emosi tapi lebih memilih untuk nggak responsif.


Jadi, kalau ada yang menganggap hubungan kami ini hubungan yang cheating? Masuk akal nggak? Bahkan kalau bisa dibilang dia yang memulai hubungannya dengan seseorang itu dengan nggak benar. Pertama, secara kesepakatan aku dan dia masih dalam suatu jalinan kasih. Kedua, niat dia sudah berbelok. Kalau ditarik kesimpulan berarti hubungan mereka yang salah. Aku sampai pernah mengadu ke Allah, kalau memang dia salah, tolong tunjukkan, berikan balasan yang sesuai. Hahaha, lucu sih kalau inget aduan itu. Dia cerita kalau dia nggak bahagia, bahkan dia sempat bilang mungkin ini balasan dari apa yang dia lakukan ke aku. Di situlah aku ngerasa, Allah Maha Adil. Tapi dengerin pengakuannya, sebenernya nggak tega juga, dia merasa tidak bahagia. Memang mungkin aku cuma mendengar cerita dari salah satu pihak, tapi aku juga nggak pengen ikut campur dalam hubungan yang terjadi di antara mereka, aku nggak pengen menyalahkan sosok masa lalunya juga. Nggak ada urgensi apapun kalau aku ikut campur. Tapi yang perlu ditegaskan bahwa, saat dia pertama kali menyapa aku dan mengutarakan untuk mengajak menikah, itu yang selalu aku tanyakan dan tekankan. Dia bilang, sudah selesai. 


Pasti banyak di antara orang-orang sekitar aku yang bertanya kok mau sih? Padahal hampir banyak orang pun tau cerita yang sebenernya, aku jarang bercerita secara detail ke teman-teman, buat apa diinformasikan secara detail sampai mungkin ada yang bertanya emang segitu menyakitkannya? Aku bisa jawab, iya. Aku nggak pengen bahas hal tersebut, cukup aku simpan, karena ada hal-hal yang tetap harus disimpan. Bahkan teman serumahku selalu mengingatkan kalau aku bercerita tentang dia, dipikirkan dan dipertimbangkan secara matang, terlebih lagi dia pernah menyakit aku, apakah aku bisa memaafkan hal tersebut, bisa berdamai dengan kenyataan itu, dan menerima semuanya. Itu menjadi hal yang sangat-sangat menguras pikiran, emosi, dan tenaga. Memaafkannya dan menerimanya. Aku juga bilang ke dia kalau dia jahat dengan apa yang dia lakukan, dia menerima kenyataan tersebut dan tentunya berkali-kali meminta maaf.


Apakah dalam perjalanannya aku pernah berubah pikiran setelah mencoba kembali merajut kasih? Jawabannya, sangat sering. Ada hal membuat sakit banget adalah, ketika keluarganya datang untuk melamar aku, di saat itu Ayahnya menyarankan untuk terus berkomunikasi intens antara aku dan dia agar proses menuju hari H pernikahan bisa berjalan dengan lancar. Sakit rasanya hati ini, tiba-tiba aja teringat dengan perkataannya yang "Boleh kita bersama kembali, tapi aku ingin mengurangi komunikasi kita". Entah kenapa malah jadi bad mood aja dengan saran tersebut.


Bahkan di H-1 malamnya, aku gundah gulana dengan keputusan yang aku ambil. Rasa-rasanya aku pengen bilang ke dia untuk tidak melanjutkan proses ini, tapi gimana dengan perasaan kedua keluarga besar? Tapi sungguh aku bimbang, kemudian aku teringat dengan salah satu pembahasan tentang pernikahan. Ada yang bilang bahwa untuk mempertahankan hubungan pernikahan adalah dengan memaafkan dan dimaafkan. Mungkin kali ini aku yang harus berjiwa besar untuk memaafkannya, bisa jadi suatu saat di masa depan dia yang akan memaafkan aku dengan ketidaknyamanan yang bisa jadi dia rasakan terhadap aku. Toh, menyatukan dua insan itu tidak mudah, pasti akan ada rintangan yag harus dihadapi dan dilalui. Tapi semoga kami, aku dan dia bisa mampu melewati rintangan-rintangan pernikahan dengan baik, dan menjadi jodoh dunia akhirat, aamiin.

Comments

Popular Posts