Skip to main content

#EdisiNonton : The Road to Red Restaurants List

taken from Netflix

Sekarang lagi ketagihan banget nonton drama series Jepang yang edisi Kuliner di Netflix, why should be Netflix? Karena yang emang langganan cuma Netflix doang, itupun dibayarin Kakak, hohoho.

Aku baru aja menyelesaikan drama Jepang ini yang judulnya "The Road to Red Restaurants List" di Netflix. Yaelah tidak efektif sekali ya, informasinya diulang-ulang. Drama ini direkomendasikan oleh teman kontrakanku. Karena waktu itu aku juga sempat nonton drama Jepang tentang kuliner gitu, judulnya Izakaya Bottakuri, mungkin ntar aku bikinkan review tersendiri. 

Temanku cerita ada drama yang mungkin bisa bikin aku suka, udah direkomendasikan dari tahun 2021 sebenernya karena aku orangnya mageran dan sok sibuk jadi akhirnya baru aku tonton. Thanks to covid, it makes me to stay at home and can't do anything. 

Drama ini menyenangkan sekali, mengesankan karena cerita yang dihadirkan itu ringan dan hangat (mengahangatkan hati, ceileh). Menceritakan seorang karyawan kantoran senior yang melepas kepenatan akibat pekerjaannya dengan melakukan hal-hal yang ternyata baru disadarinya menjadi suatu hobi. Secara nggak sengaja di suatu Jumat malamnya, dia berkelana karena istri dan anaknya sedang berada di luar kota (Anaknya hobi nonton konser, dan istrinya nemenin si Anak). Dia akan pergi setiap Jumat malam ke dalam maupun luar kota Tokyo, dan tidur di mobilnya. Alhasil mobilnya pun disulap menjadi tempat yang nyaman untuk beristirahat. Dan dia akan memulai mencoba kuliner di Sabtu siang kemudian Sabtu sore sudah kembali ke rumahnya sebelum istri dan anaknya tiba di rumah.

Tempat makanan yang dia singgahi juga bermacam-macam, dengan menu yang beraneka ragam. Hampir dari semua tempat yang dia singgahi, biasanya menjual makanan-makanan yang sudah jarang ditemukan di masa sekarang dan terancam punah karena tidak ada yang akan meneruskan kedai makanan tersebut. Diceritakan juga dalam drama itu kalau harga-harga makanan yang ditawarkan sangat murah, setidaknya terjangkau.

Banyak hal yang menyenangkan dari drama ini, akan sering ditemukan percakapan hangat antara tokoh utama dengan pemilik kedai maupun orang yang bekerja di kedai tersebut. Beberapa kedai memiliki cerita-cerita yang unik. Sudah jarang sekali hal itu bisa kita rasakan ya di saat ini. Orang lebih banyak datang ke suatu tempat makan (biasanya yang hits karena terpaan medsos) kemudian foto, unggah, pulang. Lebih tepatnya ke diri aku sendiri sih, yang sudah jarang mengajak pemilik / pekerja di kedai makanan untuk mengobrol, hanya sekadar bertanya tentang makanan yang disajikan. Jadi inget dulu waktu masa kos di Solo, sampai beberapa penjual itu kenal sama aku karena aku mengajak ngobrol mereka, bahkan ada yang sampai curhat loh hahaha. Sekarang pun karena ada kemudahan teknologi Grab/Gojek/Shopee dan lainnya jadi lebih susah berinteraksi dengan penjualnya.

Dari drama ini juga jiwa-jiwa pengen punya kedai makanan di diriku ini mulai berkobar lagi. Aku pengen banget suatu saat punya kedai makanan yang menyajikan makanan-makanan yang beda dengan yang lain, yang kepikiran sampai saat ini adalah makanan sehat dengan pengolahan yang baik tapi bisa tetap punya cita rasa yang enak, bahkan pengen bikin catering juga. Tapi memang butuh belajar dulu, bahkan pengen kursus seperti Sophie Navita hahaha. Semoga suatu saat dimudahkan ya, tolong aminkan yang paling serius dong, sunshine! Nah, terinspirasi lagi dari drama ini, selain menu yang beraneka ragam dengan cita rasa tinggi, aku pengen kesederhanaan di kedai aku itu juga ada. Pengen konsep sederhana yang homey yang bisa bikin orang untuk kembali dan kembali lagi. Beneran deh waktu dibawa di suasana dalam kedai makanan itu rasanya kayak berada dalam rumah yang menghangatkan.

Tapi ada hal-hal yang aku kurang setuju di drama ini, yakni terkait dengan keluarganya si tokoh utama. Bisa-bisanya banget ya istri dan anaknya itu hampir setiap minggu nonton konser, apa nggak bikin kantong bolong ya? Terus, si tokoh utama ini kok ngasih izin ya? Memang digambarkan hubungan keluarga mereka agak dingin antara ayah - ibu- anak, namun itu mungkin salah satu inti cerita yang disampaikan ya. Karena di akhir drama, suasana hangat di rumah kemudian muncul, dan kayak ngasih pesan kalau rumah itu ya tempat kita akan kembali. 

Waaaaaah pokoknya Sunshine kudu banget nonton drama ini, karena emang drama ringan dan menyenangkan, nggak bikin kita sepaneng mikirin nasib tokoh utama. Tapi sumpah deh aku jadi ketagihan buat nonton drama Jepang lainnya yang bercerita tentang kuliner. Aku sekarang lagi nonton yang lain, nanti kalau aku bagus, aku cerita deh. Selamat menonton yaaaa!

Rate: 4.5/5

Comments

Popular posts from this blog

Menuju Operasi Amandel (Tonsilitis)

Ada orang yang bilang kalau mau sakit yang enak yaudah sakit amandel aja, abis operasi bisa enak makan es krim yang banyak. Nah awalnya jauh sebelum detik-detik operasi amandel juga kepikiran begitu. Wah asyik dong bisa makan es krim yang banyak. Saya senang banget makan es krim karena saya tau saya saat itu nggak bisa bebas makan es krim. Kalau kebanyakan makan minum yang dingin begitu biasanya langsung demam. Tapi setelah saya menjalani operasi tonsilitis alias amandel, wah buang-buang jauh deh pemikiran abis operasi enak bisa makan es krim. Karena apa? Boro-boro makan es krim yang lembut itu enak, mau nelan air liur aja sakit coooy. Jadi sekarang kalau ada yang bilang sakit amandel itu enak, saya bakalan nyinyir. Iya dia belum ngerasain, lah saya yang ngerasain, yang tahu sakitnya kayak apa hahaha. Oke kali ini mau bagi-bagi cerita tentang pengalaman operasi amandel yang lalu. Tapi kayaknya udah basi banget ya? Secara operasinya udah bulan Agustus lalu, tapi karena udah janji ya...

Kuliner Sekitar Kampus UNS SOLO Part 2

Nah sekarang lanjut lagi ya, warung-warung makan yang bisa dijadikan alternatif pilihan buat mahasiswa-mahasiswa yang ada di sekitar UNS Solo. Langsung aku sambung yaaa, cek sebelumnya : 7. Ayam Penyet Mesem Nah ini bagi kamu yang suka banget makan pedes, Warung Mesem ini bisa dijadikan alternatif loh. Menu makanannya sih standar layaknya warung penyetan lain ya, ada tempe, ayam, lele begitu. Tapi yang bikin nyooos itu sambel penyetnyaaaa. Bahkan kamu bisa pesan nambah sambalnya, kalau dulu nambah sambal itu cuma nambah bayar Rp 1.000 loh. Tapi nggak tau juga kalau sekarang. Di sini juga tersedia paket murah yang isinya lengkap sama Es Teh. Oh iya pilihan ayamnya juga ada yang tulang lunak, jadi bisa dilahap semua deh setulang-tulangnya. Setahu aku Warung Mesem ini ada dua yang letaknya di daerah Ngoresan semua, antara lain sebelum Minimarket Asgros dan yang satu ada di sekitar Warung Bu Pur. 8. Penyetan Jepun (Penyetean Bandung) Nah ini sih menu makannya masih sama sekitar...

Mitos Dibalik Halaman Persembahan Skripsi

Dulu teman saya pernah bilang hati-hati kalau menuliskan nama pacar di halaman persembahan skripsi. Konon katanya, biasanya yang menuliskan nama kekasih di halaman tersebut kebanyakan hubungannya tidak bertahan lama alias rentan berakhir. Karena sudah banyak contoh yang kejadian. Bahkan teman saya menyebutkan beberapa nama kakak tingkat yang di halaman skripsinya menyebutkan nama kekasihnya dan berakhir putus. Karena omongam teman saya itu, saya sempat maju mundur untuk menyebutkan nama dia di halaman persembahan skripsi saya. Awalnya saya hanya menyebutkan ucapan terimakasih untuk Bapak Ibu dan kedua kakak saya. Karena memang masih terpengaruh oleh perkataan teman saya. Tapi setelah terus berpikir, saya kok tega-teganya nggak menuliskan nama dia ya. Sedangkan peran dia dalam kehidupan saya saat itu memang cukup besar. Hari-hari saya diwarnai oleh dia, bahkan dia juga banyak membantu saya dalam urusan skripsi dari hal terkecil hingga hal yang menyulitkan. Jadi yaudah aku menambahk...