Totally Recommended: Sabtu Bersama Bapak


“Ka, istri yang baik gak akan keberatan diajak melarat”
“Iya, sih. Tapi Mah, suami yang baik tidak akan tega mengajak istrinya untuk melarat”

Sudah beberapa kali saya membaca “Sabtu Bersama Bapak” dan sampai saat ini saya masih belum merasa bosan untuk membacanya. Waktu pertama kali lihat dari sampulnya di toko buku, saya kira alur cerita dari buku ini menyedihkan. Tapi totally wrong, malahan buku ini penuh banyak pesan dan motivasi. Selain itu, yang saya suka dari buku ini adalah gaya bahasanya yang ringan jadi mudah untuk dimengerti.

Buku ini bercerita tentang seorang pria yang belajar mencari cinta, seorang pria yang belajar menjadi seorang suami dan ayah yang baik, seorang ibu yang membesarkan anaknya, serta seorang bapak yang meninggalkan pesan untuk anak-anaknya. Bapak yang hanya bisa hadir di hadapan anak-anaknya di setiap hari Sabtu. Sehingga mengapa buku ini berjudul “Sabtu Bersama Bapak”.

Menurut saya buku ini penuh inspirasi terutama bagi diri saya sendiri. Bagaimana kita mengambil keputusan untuk menikah, apa saja yang perlu dipersiapkan sebelumnya untuk melangkah menuju jenjang bahtera pernikahan. Apalagi saat ini saya berusia 24 tahun, yang mana sudah banyak dari teman-teman saya yang memilih untuk menikah. Karena memang pada usia tersebut sudah bisa dikatakan matang dan siap untuk menikah. Tapi kembali lagi kesiapan setiap orang itu berbeda, kesiapan bukan hanya tentang mental saja namun kesiapan lainnya juga. Ya kembali lagi itu semua pilihan kok untuk menikah muda atau tidak.

Bahkan diceritakan dalam buku ini, Bapak Gunawan Garnida yang harus menahan malu menghadap calon mertua meminta untuk mengundur hari pernikahan, bahkan sampai satu tahun. Kenapa begitu? Karena Bapak Gunawan belum memiliki apa-apa yang bisa digunakan untuk melindungi keluarganya. Bapak Gunawan belum siap menafkahi secara lahir maupun batin. Karena letak setiap pria adalah dua langkah di depan keluarga yang dia pimpin. Sehingga untuk menikah perlu rencana karena menikah itu banyak tanggung jawabnya.

Cakra dengan nama kecil Saka, seorang pria berusia 30 tahun yang berprofesi sebagai banker dengan ciri-ciri fisik yang biasa, tidak terlalu menonjol. Seorang pria yang sudah bisa dikatakan dewasa tapi belum memiliki calon pasangan untuk diajak menikah. Saka lebih mengutamakan untuk membuktikan pada diri sendiri bahwa dia siap lahir batin untuk menjadi suami. Dan Saka tidak begitu berpengalaman dalam hal asmara, buktinya dalam hidupnya dia menyatakan cinta 3 kali tapi ditolak sebanyak 4 kali hahaha. Saya terkesan dengan sosok Saka dalam cerita ini. Saya jatuh cinta dengan karakter Saka (memang saya mudah sekali jatuh cinta pada karakter dalam buku ataupun film. Seperti saya jatuh cinta dengan karakter dokter Beno dan Aldebaran Risjad dalam novel milik Ika Natassa. Tapi untuk di dunia nyata, saya susah untuk bisa jatuh cinta beneran. Susah untuk percaya dengan seorang pria karena jujur takut bila disakiti. Sekalinya jatuh cinta, mencoba percaya seorang pria dan benar ternyata dia menyakiti hati saya, sangat. Lah malah saya curcol).

Maaf udah oot, back again ya. Saya suka sekali dengan pemikiran Saka tentang pasangan yang patut dicari. Membangun sebuah hubungan itu butuh dua orang yang solid. Yang sama-sama kuat. Bukan yang saling mengisi kelemahan. Find someone complimentary, not supplementary. Saya merasa Saka ini merupakan sosok yang sangat menghargai wanita terlihat dari pandangannya mengenai “obat kuat”. Jadi ada satu momen di mana Saka dan teman kencannya, Ayu (Retna) yang kemudian Saka ditawari obat kuat oleh sang pedagang yang berkeliaran. Pandangan Saka sangat masuk akal dan menunjukkan respeknya terhadap wanita. Entahlah ya saya sendiri kan belum menikah jadi saya nggak begitu ngerti dengan “obat kuat” begitu jadi nggak banyak berkomentar tapi saya suka alasan yang dikemukakan Saka, very thoughtful.

Saka bercerita tentang 4 suami yang didapatnya melalui pesan Bapak Gunawan sangat mengena. Dari 4 cerita tersebut juga cukup menjelaskan masalah klasik dalam sebuah hubungan pernikahan. Masalah yang akan dihadapi dalam pernikahan dan lagi-lagi punya jalan keluar yang baik untuk bisa mempertahankan hubungan pernikahan. Cerita tersebut tentang pembagian keuangan suami-istri, berpoligami, “jajan” di luar yang bisa jadi godaan tatkala kedua belah pihak (suami-istri) dianggap tak lagi menarik saat usia semakin menua, dan cemburu. Bahkan di akhir kencan Saka dengan Ayu (Retna), ada kata-kata Saka yang bikin saya meleleh (ceileeeeh, hahaha. Saya juga wanita biasa yang terkadang suka digombalin hahaha). Kamu adalah perhiasan dunia dan akhirat untuk saya.

Lain cerita dengan Saka, sang kakak yang bernama Satya merupakan seorang pria yang jauh berbeda dengan Saka. Dia digambarkan sangat tampan, bisa menarik perhatian semua wanita yang berada di sekitarnya. Satya diceritakan telah memiliki seorang istri dan tiga jagoan yang menggemaskan. Karena dia merupakan engineer yang bekerja di kilang minyak lepas pantai, tentunya cukup menyulitkannya untuk bisa membangun hubungan baik dengan istri dan anak-anaknya. Namun karena satu kejadian yang cukup mengguncang jiwanya, dia terus berusaha untuk menghadirkan sosok better father, bahkan the best father. Di sini saya menemukan banyak hal yang membuat saya belajar sebagai bekal saya untuk menjadi orang tua di masa depan. Di antaranya, anak tidak pernah minta dilahirkan oleh orangtua yang buruk, sehingga saya termotivasi untuk menghadirkan sosok orang tua yang baik dan pengertian yang dibutuhkan oleh anak-anak saya. Ada satu hal lagi yang biasanya menjadi salah kaprah bagi para orang tua pada umumnya dan saya sangat setuju dengan pemikiran tersebut. Yakni, orangtua sering beranggapan bahwa tugas anak sulung adalah menjadi panutan bagi adik-adiknya, tentunya anak sulungpun tidak meminta untuk menjadi anak pertama yang dilahirkan. Menjadi panutan itu adalah tugas utama orang tua.

Buku ini memang sukses untuk memotivasi saya untuk menjadi seorang wanita yang lebih baik dalam banyak hal, menjadi istri yang baik bagi suami saya nantinya, menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak saya, dan tentunya yang saat ini ada di depan mata adalah untuk menjadi anak yang baik bagi kedua orang tua saya. Untuk bisa menjadi seorang istri dan ibu yang baik, saya mencoba berusaha untuk bisa belajar masak. Jujur saya juga nggak bodoh-bodoh amat buat masak kok, hahaha. Cuman saya itu jarang masak, jadi kurang terasah dan terampil dalam memasak. Sehingga saya ingin bertekad belajar memasak untuk pria yang jadi calon suami saya nantinya. Tentunya seorang wanita akan bangga bila suami dan anak-anaknya gemar dengan makanan yang dimasaknya. Terlebih lagi jika lebih senang masakan ibunya daripada jajan di luar, ah pasti bahagia sekali rasanya.

Terakhir buku ini ditutup dengan pesan terakhir yang disampaikan oleh Bapak Gunawan melalui video terakhirnya. Di bagian akhir ini sukses membuat saya menitikkan air mata. Adegan yang digambarkan di video tersebut membuat setiap orang yang membacanya terenyuh dan sontak membayangkan berada dalam keadaan tersebut. Yup this book, totally recommended!! Apalagi yang ingin memutuskan untuk menikah, sudah siapkah secara lahir batin untuk menjalani kehidupan tersebut. Dan bisa dijadikan sebagai parental guidance dalam membesarkan anak.

Comments

Popular Posts