Skip to main content

Kartini Cilik

Ini bukti piagam penghargaannya, tapi sayang cetakan nama saya salah :( 

Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini, hari yang bisa dibilang sakral bagi kaum hawa di Indonesia. Karena sosok Ibu Kartini ini yang turut memperjuangkan kesetaraan derajat wanita. Nggak ada hal khusus yang terjadi di hari Kartini tahun ini di hidup saya. Tapi peringatan hari Kartini itu akan pasti mengingatkan saya ke beberapa tahun silam, di masa kecil saya. Dulu waktu saya masih duduk di bangku sekolah dasar, biasanya di bulan April ini ada perayaan Hari Kartini. Semua murid baik cewek maupun cowok diperintahkan untuk menggunakan baju adat, kalau cewek sih dianjurkan berkebaya.

Nah ada yang berbeda saat tahun 2004, dan waktu itu saya duduk di bangku kelas 6. Ada tawaran menarik dari guru saya, langsung loh nunjuk saya juga (karena yang ditunjuk ada 3 orang termasuk saya). Waktu itu saya dan kedua teman saya dipanggil menuju ruang kepala sekolah, langsung dong rasanya deg-degan. Takut kalau-kalau ternyata saya melakukan kesalahan. Ternyata di sana kami diminta untuk mewakili sekolah dalam lomba Putri Kartini. Pasti kalian bertanya-tanya kenapa saya kok bisa masuk dalam daftar murid yang ditunjuk? Sebegitu cantikkah saya? Hahaha pasti kalian mual baca kalimat itu ya. Asumsi saya, kenapa kami bertiga yang ditunjuk adalah kami bertiga itu cukup dekat dengan guru-kepsek karena memang beberapa waktu sebelumnya kami tergabung dalam grup paduan suara sekolah yang lumayan-cukup membanggakan prestasinya. Jadi kami dekat dengan beberapa guru akibat dari proyek tsb.

Sayangnya, salah satu teman saya langsung mengundurkan diri detik itu juga. WHY? Karena dia sudah mendaftarkan diri untuk ikut ke dalam Olimpiade Matematika yang notabene waktu lombanya bersamaan. Jadi mau-nggak mau ada alternatif pengganti teman saya. Nggak tahu kenapa Ibu Kepsek maksa harus 3 orang yang berangkat, padahal lombanya juga individu. Saya setuju ikut lomba itu? Nggak langsung setuju sih, tapi minta izin dulu ke orangtua. Orangtua sih setuju-setuju aja. Alhamdulillah. Dan yang bikin saya merasa lega adalah saya nggak galau lagi mau ikutan Olimpiade Matematika atau nggak, hahaha. Karena menurut pengalaman di tahun sebelumnya saya pernah mencoba ikut olimpiade itu dan langkah saya juga langsung terhenti di babak penyisihan awal. Kebetulan waktu ikut olimpiade itu saya kelas 5 dan soal-soal yang banyak muncul adalah materi kelas 6 jadi nggak bisa ngerjain banyak, juga sistem nilainya adalah sistem minus. Nah terus jadi trauma dengan lomba yang satu itu. Dengan berpartisipasinya saya ke dalam lomba Putri Kartini itu jadi punya alasan untuk menghindar dari olimpiade. Maap otak saya nggak sampai buat mikir angka yang terlalu ribet, hahaha.

Hari-H lomba pun datang. Hari itu saya mengenakan kebaya hitam dan kain jarit berwarna putih dengan motif batik. Ada bros bunga berwarna putih dengan ukuran yang cukup besar menempel di tengah bagian atas dada. Penampilan yang sangat sederhana tapi terlihat menawan. Jadi sebelum hari-H lomba tersebut, Ibu mencarikan kain untuk kebaya saya. Alhasil akhirnya dapat kain hitam berbahan beludru. Terus Ibu jahitin di tetangga saya yang memang penjahit langganan, namanya Bu Bagong. Dan Ibu nyuruh saya untuk pakai jarit kepunyaan Ibu yang udah ada di rumah. Saya si Anak kecil ini ngangguk-ngangguk aja. Jadi tinggal cari salon aja. Kalau nggak salah waktu itu saya jadinya make up di Salon Marwan, padahal kalau sebelumnya nggak pakai jasa salon ini. Tapi menurut kabar burung, salon ini cukup bagus.

Jadi begini kurang lebih tampilan saya saat mengikuti lomba, ini foto saat saya mau diwisuda SD dengan memakai baju yang sama untuk lomba hahaha. Maap resolusi fotonya jelek, ini screenshot dari IG @sassamariza

Ruangan lomba itu dipenuhi dengan Putri Kartini Cilik karena memang waktu lomba untuk Putri Kartini kategori anak. Semuanya jadi gadis cilik yang cantik-cantik dengan berbagai macam model kebaya. Awalnya saya datang dengan rasa percaya diri, tapi sempat meleret gara-gara sebelum acara saya ngobrol-ngobrol dulu dengan teman saya yang satu itu, ya cukup dekatlah hubungannya. Dia menggunakan kebaya berwarna biru dengan dilengkapi perhiasan-perhiasan (entah itu batu permata jenis apa, saya lupa hahaha) yang serasi dengan warna kebaya yang dikenakannya. Teman saya bercerita (agak sedikit pamer sih nadanya, hahaha) kalau dia diberikan pinjaman perhiasan itu oleh tetangga sebelah rumahnya yang kebetulan juga penjahit kebaya itu. Ada perasaan malu, penampilan saya sederhana cuma pakai bros bunga yang bisa didapat di pasar dengan uang berapa ribu rupiah saja.

Di area perlombaan itu saya nggak begitu sering bersama dengan teman saya karena kebetulan kami punya nomor urut maju yang berbeda. Kalau nggak salah saya dapat nomor urut tengah dibandingkan dua teman saya. Tapi waktu itu dalam barisan, saya berada di dekat teman les saya yang tidak terlalu kenal. Tapi jujur saya akui, dia baik banget, baiknya kebangetan malahan kalau dibandingkan dengan teman satu sekolah saya. Karena memang suasana belakang panggung yang padat, sehingga membuat saya gampang berkeringat. Teman saya itu (aduh saya udah nggak ingat namanya) menyapukan tissue ke wajah saya, kaget dan terharu saya (saya gampang terharu banget ya, hahaha). Masih sering terharu deh kalau inget kejadian ini.

Oke, showtime! Berlagak model sedang berjalan di catwalk, kami semua melakukan hal yang sama layaknya para model dan memperkenalkan diri juga di depan audiens. Hingga akhirnya sesi tanya jawab dimulai. Kebetulan saat itu saya mendapatkan pertanyaan yang mudah yang saya tahu jawabannya. Pertanyaannya, pencipta lagu Indonesia Raya itu adalah W.R. Supratman. Coba sebutkan kepanjangan dari W.R! Alhamdulillah itu sudah saya pelajari dalam pelajaran Sejarah dan saya juga hafal. Saya jawab langsung dengan mantap “Wage Rudolf”. Dan satu lagi pertanyaan itu tentang sifat air.

Nggak tau kenapa, akhirnya panitia menunda perlombaan menjadi malam hari untuk melanjutkan babak selanjutnya. Banyak peserta lomba yang tersisih. And you know what happened? Teman yang saya ceritakan di atas tadi, itu loh teman saya yang sempat pamer perhiasan permata nan indah itu nggak lolos ke tahap selanjutnya. Jadi ada satu pelajaran yang bisa saya ambil di sini: Jangan pamerin sesuatu yang berkilau, karena belum tentu yang berkilau itu indah sungguhan. Lanjut ya, jadi yang tersisa itu saya dan teman saya satu lagi (yang satu sekolahan juga).

Babak final ini lebih menantang banget, terutama buat aku sih hahaha. Pertanyaannya di luar ekspektasi. Jadi setiap peserta diberi waktu untuk maju sendiri-sendiri dan berhadapan dengan tiga juri. Eng ing eng… Pertanyaan pertama adalah, jadi gini deh ucapan jurinya “Di formulir ini kamu nulis hobi kamu membaca dan menyanyi, nah biasanya kalau hobi baca tuh pandai bikin puisi. Jadi coba kamu bikin puisi dengan tema Ayah.” Iya memang itu bukan pertanyaan tapi lebih ke tantangan kan? Dan yang saya masih bingung sampai sekarang adalah apa korelasi membaca dan pandai membuat puisi. Oke ya waktu itu saya bikin saja puisi secara spontan, denga kata-kata ala kadarnya (yang kepikiran aja). Kan pengen agak puitis ya, jadi saya menambahkan kata “banting tulang”, dan itu jadi bulan-bulanan bahan ledekan di keluarga hahaha. Lanjut pertanyaan kedua ya cukup mudahlah, ditanyain apa lambang Negara Indonesia. Ya so easy-lah, hahaha.

Nah ini nih, pamungkas dari segalanya. Saya disuruh akting brooooo! Nggak tahu kenapa kok jadinya disuruh akting. Saya disuruh akting jadi ibu tiri yang galak yang sedang memarahi anak tirinya. Mungkin memang wajah saya terlalu terlihat galak kali ye (padahal selalu pasang senyum, fake smile never hid the real), jadi sampai disuruh akting jadi ibu tiri. Jujur ada pergolakan batin, mau ngelakuin yang disuruh juri atau nggak. Kalau nanti saya nggak ngelakuin jelas peluang saya menang itu nol besar, tapi kalau ngelakuin saya malu. Akhirnya setelah memakan waktu yang cukup lama, saya melakukannya juga brooo, berakting jadi ibu tiri. Ya sukses-nggak sukses deh, yang penting udah berusaha semampunya ajalah hahaha. Tapi saudara-saudara, saya keluar sebagai Juara Favorit Putri Kartini se-Kabupaten Situbondo *drumroll*. Asumsi saya, akting ibu tiri tadi itu berperan besar membawa saya menjadi juara favorit. Mungkin kalau dulu system pemilihan juara favorit-nya melalui polling SMS, yakin deh saya kalah hahahaha.

Ya itu jadi salah satu pengalaman saya yang membahagiakan sekali dalam hidup saya yang bakal saya kenang terus hahaha. Dan dari juara lomba itulah membawa nama saya ditulis di sebuah koran dalam Radar Banyuwangi (you know ya koran apa itu yang di dalam nya ada “Radar Nama Daerah”). Dan juga untuk pertama kalinya punya tabungan di bank walaupun hadiahnya nggak banyak, Rp 75.000,-. Nggak sebanding sama persiapan kostum dan make up juga, tapi ya cukup menyenangkan hati. Walaupun tabungannya cuma bertahan beberapa hari saja, karena hadiahnya langsung saya tarik dan tabungannya langsung ditutup karena saya akan pindah daerah (saya mendapatkan tabungan di Bank Jatim, sedangkan saya mau pindah ke Jateng). Ohiya satu lagi, saya ketemu sama Mas-mas yang mirip sama Micky AFI (kebetulan waktu itu lagi tenarnya AFI dan saya mengidolakan Micky). Mas-mas yang mirip Micky AFI pun berkunjung ke rumah saya untuk mengurusi hadiah. Aaaah emang udah dari kecil suka lihat yang bening-bening deh.

Comments

Popular posts from this blog

Menuju Operasi Amandel (Tonsilitis)

Ada orang yang bilang kalau mau sakit yang enak yaudah sakit amandel aja, abis operasi bisa enak makan es krim yang banyak. Nah awalnya jauh sebelum detik-detik operasi amandel juga kepikiran begitu. Wah asyik dong bisa makan es krim yang banyak. Saya senang banget makan es krim karena saya tau saya saat itu nggak bisa bebas makan es krim. Kalau kebanyakan makan minum yang dingin begitu biasanya langsung demam. Tapi setelah saya menjalani operasi tonsilitis alias amandel, wah buang-buang jauh deh pemikiran abis operasi enak bisa makan es krim. Karena apa? Boro-boro makan es krim yang lembut itu enak, mau nelan air liur aja sakit coooy. Jadi sekarang kalau ada yang bilang sakit amandel itu enak, saya bakalan nyinyir. Iya dia belum ngerasain, lah saya yang ngerasain, yang tahu sakitnya kayak apa hahaha. Oke kali ini mau bagi-bagi cerita tentang pengalaman operasi amandel yang lalu. Tapi kayaknya udah basi banget ya? Secara operasinya udah bulan Agustus lalu, tapi karena udah janji ya

Kuliner Sekitar Kampus UNS SOLO Part 2

Nah sekarang lanjut lagi ya, warung-warung makan yang bisa dijadikan alternatif pilihan buat mahasiswa-mahasiswa yang ada di sekitar UNS Solo. Langsung aku sambung yaaa, cek sebelumnya : 7. Ayam Penyet Mesem Nah ini bagi kamu yang suka banget makan pedes, Warung Mesem ini bisa dijadikan alternatif loh. Menu makanannya sih standar layaknya warung penyetan lain ya, ada tempe, ayam, lele begitu. Tapi yang bikin nyooos itu sambel penyetnyaaaa. Bahkan kamu bisa pesan nambah sambalnya, kalau dulu nambah sambal itu cuma nambah bayar Rp 1.000 loh. Tapi nggak tau juga kalau sekarang. Di sini juga tersedia paket murah yang isinya lengkap sama Es Teh. Oh iya pilihan ayamnya juga ada yang tulang lunak, jadi bisa dilahap semua deh setulang-tulangnya. Setahu aku Warung Mesem ini ada dua yang letaknya di daerah Ngoresan semua, antara lain sebelum Minimarket Asgros dan yang satu ada di sekitar Warung Bu Pur. 8. Penyetan Jepun (Penyetean Bandung) Nah ini sih menu makannya masih sama sekitar

Nasihat Papa tentang Om Thomas

Kata Papa, bahkan bila terbakar hangus seluruh keluarga kita, jangan pernah berhenti peduli. Walaupun terfitnah kejam keluarga kita, hingga rasanya sakit menembus relung hati, jangan pernah berhenti berbuat baik. Anak-anakku jadilah orang-orang yang berdiri gagah di depan, membela kebenaran dan keadilan. Jadilah orang-orang yang berdiri perkasa di depan, membantu orang-orang lemah dan dilemahkan. Atau jika tidak, berdirilah di belakang orang-orang yang melakukannya, dukung mereka sekuat tenaga. Maka, seluruh kesedihan akan diangkat dari hati, seluruh beban akan terasa ringan. Karena akan tiba masanya orang-orang terbaik datang, yang bahu-membahu menolong dalam kebaikan. Akan tiba masanya orang-orang dengan kehormatan hadir, yang memilih jalan suci penuh kemuliaan. Percayalah, Dan jangan pernah berhenti percaya, meski tidak ada lagi di depan, belakang, kiri-kananmu yang tetap percaya. Tere Liye (dalam "Negeri di Ujung Tanduk")