#MariBeropini: Refleksi Diri Menuju Generasi Baru

Baru sebulan yang lalu usia saya bertambah. Ternyata hampir seperempat abad hidup di dunia yang penuh warna ini. Dan apa yang sudah saya lakukan sejauh ini? 

Kebetulan kemarin saya iseng menghabiskan kuota malam, mampirlah saya mengunjungi youtube. Dan menemukan video Gita Savitri di laman home youtube saya.


Jadi itu cuma screenshot doang ya, untuk linknya bisa searching sendiri. Gita Savitri adalah seorang mahasiswa yang sedang kuliah di Jerman, kuliah S1 jurusan Kimia. Akhir-akhir ini dia jadi selebgram tenar yang mulai menerima jasa endorse berbagai macam produk. Yang membuat saya heran, barang-barang endorse-nya itu dikirim ke Jerman banget ya? Karena jujur saya tertarik meng-endorse @gitasav ini untuk onlineshop yang baru mulai saya rilis. Tapi rasanya ga kuat buat bayar ongkir ke Jerman nya hahaha. 

Oke cukuplah selingannya ya. Lanjut aja yuk. Saya 'ngeh' dengan Gitasav ini dari tulisan-tulisannya di blog yang menceritakan kehidupan kuliahnya di Jerman. Karena ketertarikan saya dengan negara Jerman dan ingin sekali kuliah di sana, jadi saya ingin banyak tahu kehidupan Jerman. Muncullah Gitasav ini sebagai penerang. Kemudian saya ikuti akun instagram dan channel youtube-nya. Jauh sebelum dia mulai membuka jasa promosi yang seterkenal ini. 

Di video yang saya tonton baru-baru saja ini, memuat tentang opini Gitasav tentang apa yang dia capai di umurnya yang 25 tahun juga di 2017 ini. Ternyata kami lahir di tahun yang sama. Memang untuk ukuran di tanah air, usia tersebut termasuk usia cukup tua jika baru lulus kuliah. Dari cerita-cerita yang dikisahkan Gitasav bahwa kuliah di Jerman tidaklah mudah. Saya membayangkan kuliah di tanah air saja juga tidak mudah apalagi di luar negeri yang kendala kebiasaan di lingkungan tersebut sudah jauh berbeda.

Lantas apa yang akan dilakukan Gitasav di usianya yang cenderung dianggap telat 'mentas' oleh masyarakat? Sama halnya seperti yang saya rasakan. Saya merasa saya masih berada di titik yang sangat jauh jika dibandingkan dengan teman-teman seusia saya. Saya merasa saya belum melakukan apa-apa di usia yang bisa dibilang cukup matang ini. 

Saya harus menempuh kuliah 4 tahun 7 bulan padahal angan-angan saya dahulu sebelum kuliah, saya bisa lulus 3,5 tahun. Dan kemudian saya belum mendapatkan pekerjaan hingga cukup lama sedangkan teman-teman saya sudah mengecap pahit manisnya dunia 'perkariran'. Saya baru mau memulai petualangan tersebut. Mengapa begitu lama? Sesungguhnya fokus saya terpecah belah saat itu, kejadian patah hati sempat menguras waktu dan tenaga yang cukup menyita. Juga ada prinsip yang harus saya pegang sehingga terkesannya saya memilih-milih pekerjaan. Ketika teman-teman saya sudah mempunyai cukup tabungan untuk masa depannya, uang tabungan saya malah sudah mulai terkuras. Untung saya sudah punya pijakan, Alhamdulillah :)

Dari sana saya berpikir apakah saya tidak cukup tua berada di dunia (saya) yang masih belum bergerak maju. Di usia berapa selanjutnya saya akan menikah, bahkan sekarang calon pasangan pun saya belum punya. Kadang saya berpikir ironis memang ya, di usia ini teman-teman saya yang dulunya saat kuliah menggalau pasangan, saya tenang-tenang saja. Karena saya punya seseorang tempat berbagi kasih sayang. Sekarang ketika mereka sudah lulus kuliah dan bekerja, mereka menunjukkan jika mereka bahagia karena menemukan pasangan yang digadang-gadang sebagai calon pasangan teman hidupnya. Kebalikan dengan saya, hubungan saya dengan dia (orang spesial) itu kandas. 

Padahal saya ingin sekali bisa melanjutkan pendidikan saya ke jenjang lebih tinggi (S2) sebelum saya menikah. Tidakkah saya akan terasa tua untuk menikah kemudian? Di usia berapa nantinya saya punya anak? Dan pasti akan ada tekanan dari orang-orang di sekitar saya.

Sama halnya dengan Gitasav yang berpikiran terkadang kita hidup di bawah tekanan omongan orang lain. Sehingga kita merasa tidak nyaman dengan apa yang sedang kita lakukan saat ini. Di usia 25 tahun ini pasti sebagian cewek-cewek Indonesia sudah melangsungkan pernikahan, bahkan ada beberapa yang berada di tahap sudah memiliki anak. Bagi sebagian cewek-cewek lainnya yang belum berada di tahap tersebut pasti akan merasa terhimpit dengan omongan orang lain yang tidak bisa dikontrol. Padahal orang lain di luar sana yang (seakan-akan) membuat tekanan tidak tahu perjuangan apa yang sudah kita lalui. Badai apa yang sudah coba kita lewati. Orang di luar sana hanya mudah untuk nge-judge tanpa berpikiran jauh. Tidak berpikir apakah ucapannya dapat melukai hati atau akan dapat membuat orang menjadi tertekan.

Gitasav memberikan tips bahwa janganlah kita hidup di bawah tekanan orang lain. Lakukan saja apa yang ingin kamu kerjakan. Dengan semua yang telah kamu lewati pasti akan ada suatu hikmah yang bisa dipetik untuk diri kamu sendiri ataupun orang lain. Hikmah tersebut bisa jadi sebuah perubahan positif dalam diri sendiri. Yang terpenting adalah kita harus bisa menyelesaikan apa yang sedang kita lakukan sekarang. Kita harus fokus dalam mengerjakannya. Satu-satunya cara untuk keluar dari masalah adalah dengan menyelesaikannya, bukan malah lari. Sebenernya kita tahu bahwa suatu saat semua masalah tersebut akan terselesaikan juga tapi kita kadang sudah menyerah duluan. Seperti saat kita sedang skripsi, kita tahu bahwa di kalanya nanti kita akan selesai juga. Jadi kenapa kita mudah menyerah untuk membiarkannya saja. Harusnya kita fokus untuk menyelesaikannya. Jangan terlalu jauh untuk memikirkan hal-hal yang belum tentu. Dengan mengurangi pikiran kita yang terlalu jauh itu saya rasa mampu untuk membuat kita fokus menyelesaikan apa yang kita tengah kerjakan. Akan melakukam dengan lebih maksimal.

Di balik itu semua kita diharuskan untuk bisa bersabar mendapatkan apa yang kita imipikan. Usaha dan doa adalah kunci utama. Dan itu memang benar-benar terjadi di diri saya. Allah mengabulkan doa saya di waktu yang Allah anggap tepat.  Dan Allah memberikan hal yang baik juga untuk saya. Alhamdulillah. 

Dari kehidupan yang saya jalani, membuat saya melakukan refleksi diri. Omongan orang lain yang seakan-akan sering nge-judge orang lain seenak pusarnya sendiri tanpa tahu latar belakang yang sudah dilewati. Dari situ juga saya belajar untuk jangan mudah nge-judge orang begitu saja. Ketika kita tidak mau di-judge oleh orang lain, ya semua itu harus berawal dari diri kita untuk tidak melakukan hal yang sama kepada orang lain. Cukup hentikan tongkat estafet tersebut di tangan kita. 

Begitu juga dengan memberikan tekanan-tekanan kepada orang lain. Orang lain seakan-akan yang mengatur hidup kita. Padahal yang mengatur hidup kita itu Allah, Tuhan Semesta Alam. Semua terjadi atas kuasa dan kehendak-Nya. 

Masayarakat sering mengintimidasi kita dengan pertanyaan yang terus-menerus bertingkat. Dimulai dari "Udah lulus kuliah?", "Kerja di mana sekarang?", "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan tambah anak?", "Kapan mantu?", dan pertanyaan bertingkat seterusnya. Hidup kita ya kita yang menjalani bukan mereka. 

Kita hidup bukan dalam kekangan omongan mereka. Seperti kita lelah jika ditanyakan tentang "Kapan nikah?" terlebih lagi saat Idul Fitri (Oh men sebentar lagi lebaran). Bukan karena kita lelah ditanyai pertanyaan itu kemudian kita asal menikah saja. Tidak memilih pasangan dengan baik. Yang penting menikah. Yang perlu kita sadari menikah itu bukan sebuah kompetisi yang harus dilakukan cepet-cepetan. Nggak ada yang menyuruh kita untuk cepet-cepetan nikah sehingga kemudian dicap "perawan/jejaka tua". Itu semua ya masyarakat sendiri yang membentuknya.

Jadi kalau kita lelah ditanyai dengan pertanyaan-pertanyaan itu ya kita harus mulai mengubahnya. Ayo kita jadi generasi yang tidak perlu memberikan tekanan pada hidup orang lain. Hidup kita pasti sudah penuh dengan tekanan-tekanan lainnya jadi jangan nambah-nambahin beban. Jadilah generasi yang bijaksana bukan yang mengintimidasi kehidupan orang lain.

Gimana caranya? Ya kita mulai dari diri kita. Stop untuk bertanya tentang pertanyaan yang menjemukan. Saya juga mau mulai belajar untuk menjadi generasi yang lebih baik. Masih banyak topik-topik lain yang bisa kita bicarakan dengan orang-orang lain selain pertanyaan penuh tekanan. Bukan berarti kita tidak akan merasa dekat jika tidak menanyakan pertanyaan tersebut. Mungkin sekarang saya ingin lebih rajin membaca, mendengarkan, bahkan mengamati banyak hal, dari isu yang sedang hangat di media, buku-buku pengetahuan, bahkan cerita fiktif novel. Apa gunanya? Memperkaya gagasan dan pengetahuan. Saya rasa dengan kayanya pengetahuan yang terus kita pupuk, akan membuat kita menjadi orang yang kaya akan bahan obrolan. Bukan melulu tentang template pertanyaan yang membuat orang lain susah untuk menjawabnya.

Jadilah generasi baru, generasi yang berpengetahuan. Bukan generasi yang menekan dan mengatur hidup orang lain. Putuskan tongkat estafet generasi lama tersebut. Mari kita ubah generasi kita sekarang agar di kemudian hari kita tidak memberatkan beban hidup seseorang! :)

Comments

  1. Nice post saaa!! Hehe aku langsung ngacir kemari.. ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih hesti. Ayo kamu juga bikin domain *kompor* hahaha

      Delete
  2. Bener bgt tuh ka, masa bodo ama kata orng, kyk ginilah yg akn buat kita fokus ke depan. Gue suka bgt kalau baca blog2 kyak gini nih. Btw kita sma gue juga ngefans bgt sma ka gitasav ini nih, emang bener bgt gak di vlog atau blog ka gita ini sgt mengispirasi bgt, semoga bertmbh pemuda yg kya ka git ini

    ReplyDelete
  3. Bener bgt tuh ka, masa bodo ama kata orng, kyk ginilah yg akn buat kita fokus ke depan. Gue suka bgt kalau baca blog2 kyak gini nih. Btw kita sma gue juga ngefans bgt sma ka gitasav ini nih, emang bener bgt gak di vlog atau blog ka gita ini sgt mengispirasi bgt, semoga bertmbh pemuda yg kya ka git ini

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts